BUNGA RAMPAI: November 2009

Monday, November 9, 2009

OTAK ANJING, PUNGGUNG KUDA, BERNAMA BABI

Dan biarkan aku bercerita
Pada suatu masa
seorang pujangga lahir dibumi
Hanya mengenakan sepotong ulos dan segumpal abu
Bertanya pada pekerja kebun ditepi selat sunda
Sahabat
apakah jalan diterusan masih penuh dengan batu
Tidak saudaraku , bila engkau kenakan mahkota dan sepotong emas
Sahabat
adakah jalan lain juga terputus menuju terusan itu
Tidak saudaraku , bila engkau kenakan mahkota dan sepotong emas
Sahabat izinkanlah aku melewati malam didalam kebunmu
Tidak Saudaraku
Janganlah kau menyusahkan aku
Kumohon pergilah jauh
Sahabatku ,
Fajar pagi akan menyingsing walau aku berjalan secepat angin tetap aku masih ada dikebunmu maka
Biarkan aku meminta pada Raja agar lelahku lenyap malam ini
Raja berkata
Bila saja fajar tidak segera tiba engkau tidak dapat bekerja dikebunku
Kutanggalkan ulos dan abu dihadapanmu tidak tersisa
Dan hanya ulos dan abu yang kumiliki
Setelah senja tanyamu dalam geram
Mengapa engkau mencuri
Mengapa engkau menipu
Tidak adakah yang lain dapat kau lakukan
Wahai keledai…….

Kuangkat perlahan kepalaku hingga sejajar
Sehelai ulos dan abu kukeluarkan dari saku
Kuangkat setinggi dagu dan berkata
Inilah yang telah kucuri darimu
Seperti anjing kuperlakukan diriku bukan lagi seekor keledai
Kurampas harta kebunmu dari perampok
Kubersihkan sisa makanan dimejamu seperti babi
Inilah hasil tipuanku
Apakah ini juga akan engkau ambil
Paduka raja
Keledai apakah aku ini
Dapat berjaga hingga malam seperti anjing
Paduka raja
Keledai apakah aku ini
Yang membersihkan sisa makanan diatas meja
Paduka raja
Keledai apakah aku ini
Berotak anjing berpunggung kuda bernama babi
Cukuplah sudah !
Terbaliklah bumi . . . .tumpahkan isi hatimu
Bergolaklah bergolak laut
Hiduplah
Terjang angkara murka digunung gunung
Biarkan aku berdiri diujung lidahmu dan memegang pedang dalam kibasan amarahku. Link

DELAPAN RAJA SATU RATU

Tengah malam telah lewat
Waktu bertahan telah habis
Besok
Aku akan ku temui kau tuan penguasa perapian Bumi Karaeng
Kau tahu
Aku telah menunggu Empat purnama
Menahan pisau hatiku agar tidak terbuka merobek tubuhnya
Tetapi Tuan penguasa Bumi Karaeng seolah telah bersumpah
Baik kataku
Biarlah aku pergi pada puri
Dimana Insan katanya punya Kasih
Besok pagi sekali akan kukenakan kasut pertempuran denganmu
Akan kuperangi semua yang ada yang tersisa
Jalan pikiranmu yang paling sempit akan kututup

Bila pagi esok datang
Bukalah semua pintu
Semua
Jangan ada tersisa satu pun tidak
Datanglah kehadapanku wahai kau penguasa perapian Bumi Karaeng Kuberitahu
Ada delapan penguasa bumi di Asih
Bahkan sembilan
Ada Dua penguasa Bumi yang kutundukkan
Tapi ketahuilah wahai penguasa Bumi Karaeng
Kau lah
Penguasa Bumi yang paling bodoh lagi paling lemah
Haruskah engkau kuperangi
Haruskah engkau mengorbankan ratusan ribu tentaramu demi aku
Demi seorang tentara yang terbuang dari peperangan
Demi seorang manusia yang benci akan hidupnya sendiri
Demi seorang manusia yang telah lupa asalnya
Demi serang pemuda yang tidak menemukan tujuan hidupnya
Sial
Sial kau wahai penguasa perapian Bumi Karaeng
Telah kau gali Kapak perang
Telah kau asah Pedang dan panah
Telah kau bangun Benteng Somba Opu
Berdirilah
Bukalah matamu selebar wajahmu
Agar jelas penglihatan mu
Dapatkah pedangmu melukai aku
Apakah panahmu secepat sinar mataku
Kokohkah bentengmu di hadapanku
Tidak
Sama sekali tidak
Gerakan jariku robohlah betengmu
Kibasan tanganku runtuhlah panahmu
Pergilah kau wahai penguasa Bumi Karaeng dengan menangis
Cukuplah itu bagiku
Tetapi
Janganlah tertawa di depanku
Janganlah bersuara didepanku
Akan kubangun Puri didepanmu
Dan pisaumu akan mampu robek tubuhku
Pergilah pergi dan menangis.
Iapun menangis tetapi aku terbakar dalam api cemburunya hingga aku ditarik dalam hitam terbakar

Bertanyalah dia
Ratu sembilan bumi

Hambaku

Telah ku bukakan pintu gerbang menuju bumi
Telah kuutus Panglima Panglima kerajaan melatihmu
Bahkan menjagamu siang dan malam
Mengapa engkau menghianati aku
Bukankah cukup upah yang kuberikan padamu

Sambil mendengus ia berpaling

Aku terdiam

Lalu tanyanya

Berapakah upeti pada Ratu Puri sembilan bumi
Jawabku
tiga puluh tiga juta bintang jatuh dihadapan ratu
Tidak
Sergahnya geram

Lima puluh enam juta
Benar yang mulia,
Tiga puluh tiga untuk tahun lalu belum kupenuhi
Jawabku perlahan

Engkau tidak berguna bagiku, katamu dalam hati
Benakmu berjalan
Ada seribu lembu yang dapat melakukan tugasmu
Aku diam
Mataku menjawab
Benar
Seribu lembu bisa engkau kumpulkan detik ini
Seribu kerbau dapat kau datangkan seketika
Tetapi tak satu keledai seperti aku yang dapat kau pegang
Mengapa kau katakan aku menghianatimu
Siapakah aku dihadapanmu sehingga aku dapat menghianatimu
Sanggahku dalam hati

Tiba tiba
Ratu sembilan Bumi memutus pembicaraan seribu hati
Cukuplah sudah
Lusa aku akan membuat titah
Pergilah
Dan aku beranjak sejengkal demi sejengkal dan meminta bayanganku mendahului tubuhku diluar pintu
Menatap satu demi satu mata tertegun yang tertuju padaku
Diluar Istana
Sesayup berbisik

Panglima Puri sembilan bumi berkata
Keledai tolol,
Pergilah menuju matahari bertanyalah padanya apakah ada makhluk ditanah pernah mati
Adakah kematian menunggu bila engkau tinggalkan Bumi
Maka jawabku,
Tak satupun makhluk tanah mati
Bahkan menutupi sinarnya juga hidup
Dengarlah panglima,
Aku tidak memiliki hutang
Aku bekerja padamu bukan mengemis
Dan upah yang kau bayarkan padaku adalah sebesar tenaga yang kuberikan padamu bahkan lebih.
Jangan pernah menghitung budi padaku
Tak satupun pernah ku terima budi darimu
Cam kan itu…
Aku mengerti.. .
Bahwa kau merasa memberikan budi padaku
Bahwa aku dan puri tidak saling mengenal
Pikirkan ini . . .aku tidak menghargai budimu
Sebab telah kubayar puri dengan tenagaku Link

GETAR SONATA

GETAR SONATAGoogle
Monday, November 9, 2009
GETAR SONATA
Biar
Kusimpan rindu jauh di dasar hati
Agar pilu jauh berjalan
Biarkan bunga menaburkan harum lembut suaramu
Serta manis hitam di pipi kirimu menebarkan jerami dalam hatiku
Kataku kepada rindu
Biarkan malam menjagaku hingga fajar
Dan fajar membimbingku dalam kenangan
Tentangmu
Akan ku kabarkan pada angin tentang aku
Dan kutitipkan salam untuk rinduku pada bunga
Dan bunga akan menaburkan harum lembut suaramu.

Isteriku

Bila kah malamku ada padamu
Menjaga tidur lelapmu hingga pagi
Meramu cintamu dalam dekapan kasih
Serta
Merajut hari hari mu
Meniti tembang tembang dalam dentingan harpa
Melantunkan sonata bergelora
Terpujilah Engkau
Terpujilah engkau

Isteriku
Bukanlah aku penantang arus
Bergulung berpijar terang dalam arung buih putih
Tetapi takutku terbakar ketika api jilat keringatku dan Bumi tolak aku keras
Aku hanya dapat diam tak bersuara bahkan bernafaspun aku tak kuasa dan meneteskan darah dalam telapak tanganku agar nadi bergerak untuk seketika Link
Link pesta sarumpaet online counter

Web Site Hit Counters
Dell Canada Store